Senin, 02 Januari 2017

Pendidikan Seumur Hidup
 Pendidikan Seumur Hidup” atau “Life-Long Education” bukan “(long life education”) adalah makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas serta komprehensif dan dibuktikan dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapan terutama bagi para pendidik di negeri kita.
Pendidikan seumur hidup atau belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus sekolah sepanjang hidup kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas belajar yang terperangkap dalam sebuah “ruang” yang bernama kelas, bukan itu yang dimaksud. Paradigma belajar seperti ini harus segera kita rubah. Pengertian belajar bukan hanya berada dalam ruangan tapi belajar disemua tempat, semua situasi dan semua hal.
Long life education atau pendidikan sepanjang hayat biasa diasumsikan sebagai pendidikan yang terus menerus hingga seseorang mendapatkan gelar yang banyak di belakang namanya. Dari Sarjana sampai Profesor bahkan dari berbagai bidang ilmu. Yang demikian ini mungkin benar menunjukkan pendidikan sepanjang hayat. Tapi tentunya tidak semua orang bisa mencapainya. 
Dalam pengertian lebih luas, long life education tidak menuntut adanya lembaga pendidikan. Rasulullah pun memerintahkan umatnya untuk menimba ilmu sampai akhir hayat. Sehingga mencari ilmu tidaklah harus dari bangku pendidikan saja. Keluarga dan masyarakat adalah sarana pendidikan yang paling mendasar. Dalam keluarga, disadari atau tidak, orang tua secara perlahan menanamkan dasar-dasar kepribadian anak. Semua pengalaman interaksi anak dengan orang tuanya direkam dalam otak kecil anak yang akan membentuk kepribadian anak hingga dewasa. Bila orang tua memperlakukan anak secara positif, maka anak akan memiliki kepribadian yang positif juga. Sebaliknya, bila perlakuan orang tua negatif, maka anak akan sulit menemukan jati dirinya dan memiliki citra diri yang negatif pula. Memasuki lingkungan masyarakat, seorang anak akan mulai mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. Setelah dewasa, seorang manusia akan melakukan interaksi yang lebih luas dalam masyarakat. Maka semakin banyak hal yang dipelajari yang dapat mempengaruhi pola pikir dan sudut pandang orang tersebut. Setiap peristiwa dan kejadian yang dialami adalah sumber belajar bagi orang-orang yang mampu dan mau mengambil pelajaran.
Pendidikan seumur hidup bersifat holistik, sedangkan pengajaran bersifat spesialistik, terutama pengajaran yang terpilih dan terinferensikan dalam berbagai bentuk kelembagaan belajar. Holistik memiliki arti lebih mengarah kepada pengutuhan atau penyempurnaan. Manusia selalu berusaha uintuk mencapai titik kesempurnaan dalam segala hal, namun seberapa besar usahapun kita tidak akan sampai pada kesempurnaan itu. Karena kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta Alam.
Belajar berarti memfungsikan hidup, orang yang tidak belajar berarti telah kehilangan hidupnya, paling tidak telah kehilangan hidupnya sebagai manusia. Karena hidup manusia itu bukan hanya individu dalam dirinya saja tapi juga interaksi dengan sesamanya, dengan antar generasi dan kehidupan secara universal.

Belajar merupakan tugas semua manusia, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin semua mempunyai tugas tersebut. Kita belajar mengetahui apapun yang ada di dunia ini untuk kemajuan individu atau universal. Belajar memberi, belajar menerima, belajar bersabar, belajar menghargai, belajar menghormati dan belajar semua hal. Marilah kita jadikan setiap pengalaman menjadi sebuah pelajaran positif yang membuat kita beranjak dan meningkatkan kualitas diri kita menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar