Pendidikan Seumur Hidup
“Pendidikan Seumur Hidup” atau “Life-Long Education” bukan “(long life education”) adalah makna yang
seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas serta komprehensif dan dibuktikan
dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapan terutama bagi para
pendidik di negeri kita.
Pendidikan seumur hidup
atau belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus sekolah sepanjang
hidup kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas
belajar yang terperangkap dalam sebuah “ruang” yang bernama kelas, bukan itu
yang dimaksud. Paradigma belajar seperti ini harus segera kita rubah.
Pengertian belajar bukan hanya berada dalam ruangan tapi belajar disemua
tempat, semua situasi dan semua hal.
Long life education atau
pendidikan sepanjang hayat biasa diasumsikan sebagai pendidikan yang terus
menerus hingga seseorang mendapatkan gelar yang banyak di belakang namanya.
Dari Sarjana sampai Profesor bahkan dari berbagai bidang ilmu. Yang demikian
ini mungkin benar menunjukkan pendidikan sepanjang hayat. Tapi tentunya tidak
semua orang bisa mencapainya.
Dalam pengertian lebih luas, long life education
tidak menuntut adanya lembaga pendidikan. Rasulullah pun memerintahkan umatnya
untuk menimba ilmu sampai akhir hayat. Sehingga mencari ilmu tidaklah harus
dari bangku pendidikan saja. Keluarga dan masyarakat adalah sarana pendidikan
yang paling mendasar. Dalam keluarga, disadari atau tidak, orang tua secara
perlahan menanamkan dasar-dasar kepribadian anak. Semua pengalaman interaksi
anak dengan orang tuanya direkam dalam otak kecil anak yang akan membentuk
kepribadian anak hingga dewasa. Bila orang tua memperlakukan anak secara
positif, maka anak akan memiliki kepribadian yang positif juga. Sebaliknya,
bila perlakuan orang tua negatif, maka anak akan sulit menemukan jati dirinya
dan memiliki citra diri yang negatif pula. Memasuki lingkungan masyarakat,
seorang anak akan mulai mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. Setelah dewasa,
seorang manusia akan melakukan interaksi yang lebih luas dalam masyarakat. Maka
semakin banyak hal yang dipelajari yang dapat mempengaruhi pola pikir dan sudut
pandang orang tersebut. Setiap peristiwa dan kejadian yang dialami adalah
sumber belajar bagi orang-orang yang mampu dan mau mengambil pelajaran.
Pendidikan seumur hidup bersifat holistik,
sedangkan pengajaran bersifat spesialistik, terutama pengajaran yang
terpilih dan terinferensikan dalam berbagai bentuk kelembagaan belajar. Holistik
memiliki arti lebih mengarah kepada pengutuhan atau penyempurnaan. Manusia
selalu berusaha uintuk mencapai titik kesempurnaan dalam segala hal, namun
seberapa besar usahapun kita tidak akan sampai pada kesempurnaan itu. Karena
kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta Alam.
Belajar berarti memfungsikan hidup, orang yang
tidak belajar berarti telah kehilangan hidupnya, paling tidak telah kehilangan
hidupnya sebagai manusia. Karena hidup manusia itu bukan hanya individu dalam
dirinya saja tapi juga interaksi dengan sesamanya, dengan antar generasi dan
kehidupan secara universal.
Belajar merupakan tugas semua manusia, tua-muda,
besar-kecil, kaya-miskin semua mempunyai tugas tersebut. Kita belajar
mengetahui apapun yang ada di dunia ini untuk kemajuan individu atau universal.
Belajar memberi, belajar menerima, belajar bersabar, belajar menghargai,
belajar menghormati dan belajar semua hal. Marilah kita jadikan setiap
pengalaman menjadi sebuah pelajaran positif yang membuat kita beranjak dan
meningkatkan kualitas diri kita menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar