Problematika Pengajaran Sastra Anak
dan Remaja
Banyak permasalahan yang dihadapi
dalam pengajaran sastra anak dan sastra remaja di sekolah. Hingga saat ini masih
terus terdengar yang menyatakan bahwa pengajaran sastra anak dan sastra remaja
masih belum tepat sasaran. khususnya
pengajaran sastra anak dan sastra remaja dalam pengajaran bahasa sunda.
Kenapa
ini bisa terjadi tenrnyata banyak hal yang meyebabkan hal itu terjadi yaitu :
Sistem pendidikan di Indonesia, belum menempatkan sastra
sebagai bidang kajian yang penting dan berperan dalam perkembangan bangsa
menuju masyarakat industri. Siswa lebih banyak diarahkan agar siap untuk
menyambut derasnya perkembangan teknologi dan informasi, sehingga konsep-konsep
yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik dianggap lebih
penting dan utama. Sedikitnya perhatian terhadap sastra dan kebudayaan pada
umumnya. Kenyataan pengajaran sastra Sunda sebagai pelajaran yang dianggap
tidak penting, dapat dibuktikan dalam muatan pelajaran bahasa Sunda. Sastra “terselip”
dalam buku pelajaran tersebut. Pada setiap bagian pelajaran tidak secara jelas
dibahas sebagai materi sastra. Sastra disintesiskan dengan kegiatan menyimak
dan membaca sebagai aktivitas reseptif siswa. Sastra disintesiskan juga dengan
kegiatan berbicara dan menulis bagi siswa, yang merupakan aktivitas produktif
mereka. Hal itu, menyebabkan kurang optimalnya pengajaran sastra di sekolah
(Ampera. 2010 a:1).
Ketidakpastian
sastra dalam pelajaran bahasa Sunda, terbukti pula dengan tidak adanya ketegasan
identitas pelajaran sastra. Buku-buku pelajaran selalu menampilkan “bahasa”
sebagai label untuk menempatkannya sebagai bidang ilmu yang dipelajari di
bangku sekolah. Berikut ini beragam judul buku yang menempatkan kerupawanan
“bahasa”, yang sesungguhnya di dalamnya “terselip” sastra: Piwuruk Basa,
Piwulang Basa, Penuntun Belajar Bahasa Sunda, Pelajaran Bahasa Sunda, Palajaran
Basa Sunda, Banda Basa Sunda, dan Gapura Basa (Ampera. 2010a:2).
Erat terkait dengan permasalahan di atas, sastra anak dan
sastra remaja berbahasa Sunda dalam diskriminasi. Pengajaran sastra yang tidak
menempatkan materi sastra sesuai dengan kelompok umur pada setiap jenjang
pendidikan, merupakan pendidikan yang tidak memanusiakan manusia. Dalam
kesejarahan sastra, sastra anak dapat memberikan sumbangan penting bagi
pertumbuhan anak karena dalam sastra anak terdapat nilai-nilai penting yang
terkandung di dalamnya. O’Sullivan (2005: 13) menegaskan bahwa dalam
kesejarahannya, sastra anak sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma kepada generasi berikutnya. Manfaat lain yang dapat diperoleh dari
sastra anak adalah pemahaman tentang kehidupan. Menurut Lukens (2003: 9) sastra
menawarkan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada
pembaca sebagai hiburan yang menyenangkan. Gambaran kehidupan yang ada dalam
sastra dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tentang berbagai persoalan
hidup. Melalui sastra, anak dapat memperoleh, mempelajari dan menanggapi
berbagai persoalan hidup dan kehidupan.
Permasalahan pengajaran sastra Sunda
di sekolah harus segera diatasi agar pengajaran sastra lebih optimal, sehingga
dapat melahirkan siswa yang memiliki kecerdasan bersastra. Pelajaran sastra di
sekolah harus ditempatkan pada kedudukan yang sesungguhnya dalam sistem
pendidikan. Materi pembelajaran sastra harus disesuaikan dengan usia siswa,
karena setiap kelompok usia memiliki kebutuhan untuk bersastra sesuai dengan
pengalaman hidupnya. Langkah pengakraban siswa dengan karya sastra perlu terus
dilakukan agar mereka menemukan keasyikan personal dalam membaca, mengkritik,
dan mengkreasikan teks sastra sesuai dengan dunianya.
Melihat banyaknya manfaat yang diperoleh dari belajar sastra
seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia menyadari betapa pentingnya bersastra,
maka perlunya kerja sama antara orang tua, guru serta masyarakat agar penerus
kita nantinya tidak lupa dengan budaya nya sendiri dengan cara mengajarkan
sastra yang ada di Indonesia dimulai dari hal kecil yaitu dengan mengajarkan
bahasa Daerahnya sendiri seperti jawa, sunda, dan sebagainya karena banyak anak
– anak kita yang justru malu dengan bahasa nya sendiri dengan alasan
ketinggalan jaman atau kuno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar